Obsesi terhadap nilai sempurna seringkali menjadi jebakan yang mengalihkan fokus dari tujuan pendidikan yang sesungguhnya: penguasaan mendalam dan pemahaman abadi. Padahal, kunci utama untuk benar-benar Menguasai Ilmu bukanlah tekanan untuk meraih angka tertinggi, melainkan kekuatan intrinsik dari rasa ingin tahu yang murni. Rasa ingin tahu adalah mesin penggerak alami yang mendorong eksplorasi, pertanyaan kritis, dan kemauan untuk menggali materi jauh melampaui batas kurikulum yang diujikan. Inilah yang membedakan antara menghafal untuk ujian dan Menguasai Ilmu sejati, yang akan bertahan lama dan dapat diaplikasikan dalam berbagai konteks kehidupan dan pekerjaan.
Nilai tinggi, dalam banyak kasus, hanyalah bukti kepatuhan terhadap sistem—kemampuan untuk mereproduksi informasi pada saat yang diminta. Sebaliknya, rasa ingin tahu adalah modal intelektual seumur hidup. Individu yang didorong oleh rasa ingin tahu secara alami akan mengembangkan kemandirian belajar, mencari sumber-sumber tambahan, dan menghubungkan titik-titik antar disiplin ilmu. Sebagai ilustrasi nyata, di Politeknik Negeri Jakarta (PNJ), Jurusan Teknik Mesin memiliki kasus menarik pada tahun ajaran 2023/2024. Mahasiswa bernama Saudara Gilang tidak selalu mendapatkan nilai tertinggi di kelasnya. Namun, karena rasa ingin tahunya yang besar terhadap teknologi 3D printing yang tidak termasuk dalam silabus utama, ia secara sukarela menghabiskan waktu di bengkel praktik setiap hari Rabu sore, pukul 15:00 WIB, untuk bereksperimen.
Gilang tidak hanya mengandalkan buku teks. Ia secara proaktif mencari manual teknis dari luar negeri, menghubungi alumni yang bekerja di sektor manufaktur, dan bahkan membuat dokumentasi kegagalan dan keberhasilan eksperimennya sendiri. Proses pembelajaran yang didorong oleh passion ini memungkinkan Gilang untuk Menguasai Ilmu dalam bidang tersebut secara praktis. Hasilnya, pada bulan Juni 2024, ia berhasil memenangkan kompetisi inovasi teknologi tingkat regional yang diselenggarakan oleh Kementerian Perindustrian Republik Indonesia, mengalahkan banyak mahasiswa dengan IPK sempurna. Kasus ini membuktikan bahwa penguasaan substansi melampaui formalitas nilai.
Untuk mengaplikasikan konsep Menguasai Ilmu berbasis rasa ingin tahu dalam sistem pendidikan, guru dan institusi perlu menciptakan lingkungan yang menghargai pertanyaan lebih dari jawaban. Rasa ingin tahu harus dipandang sebagai kriteria evaluasi yang sama pentingnya dengan skor ujian. Hal ini juga berarti siswa harus diberi ruang untuk melakukan kesalahan tanpa takut nilai mereka hancur. Dalam proyek inovasi di PNJ tersebut, misalnya, mentor bengkel, Bapak Widodo, S.T., memastikan bahwa anggaran operasional dan bahan baku tersedia, bahkan ketika siswa membuat prototipe yang gagal sebanyak tujuh kali, karena ia memahami bahwa kegagalan adalah bagian integral dari proses Menguasai Ilmu.
Latihan Menguasai Ilmu sejati juga menumbuhkan karakter resiliensi. Ketika seseorang termotivasi oleh nilai, kegagalan dalam ujian bisa terasa menghancurkan. Namun, ketika motivasinya adalah kepuasan dalam memahami dan menguasai subjek, kegagalan dalam percobaan hanya dianggap sebagai data baru yang mengarahkan mereka ke jalur solusi yang lebih baik. Akhirnya, rasa ingin tahu adalah bekal yang jauh lebih tahan lama dan aplikatif di dunia profesional yang terus berubah, tempat fleksibilitas mental dan inisiatif pribadi dihargai jauh di atas koleksi nilai A.
